BAITULLAH.CO.ID – Ada peristiwa penting dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, tentu saja terkait dengan istri tercinta Rasulullah, Siti Khadijah Ra. Mengisahkan betapa pengorbanan Siti Khadijah Ra dalam mendukung perjuangan dakwah Rasulullah SAW.
Ketika itu Khadijah sedang menyusui Fatimah yang masih bayi. Saat itu seluruh kekayaan mereka telah habis. Seringkali makanan pun tak punya. Sehingga ketika Fatimah menyusu, bukan air susu yang keluar akan tetapi darah. Darahlah yang masuk dalam mulut Fatimah Ra.
Kemudian, Rasulullah SAW mengambil Fatimah dari gendongan istrinya lalu diletakkan di tempat tidur. Rasulullah yang lelah sesuai pulang berdakwah dan menghadapi segala caci maki dan fitnah manusia itu lalu berbaring di pangkuan Khadijah.
Rasulullah tertidur, ketika itulah Khadijah membelai kepala Rasulullah dengan penuh kelembutan dan rasa sayang. Tak terasa air mata Khadijah menetes di pipi Rasulullah, beliau pun terjaga. “Wahai Khadijah, mengapa engkau menangis? Adakah engkau menyesal bersuamikan aku, Muhammad?” tanya Rasulullah dengan lembut.
“Dahulu engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hatrawan. Namun hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu habis. Adakah engkau menyesal wahai Khadijah bersuamikan aku, Muhammad?” lanjut Rasulullah tak kuasa melihat istirnya menangis.
“Wahai suamiku, wahai Nabi Allah, bukan itu yang kutangiskan.” Jawab Khadijah. “Dahulu aku memiliki kemuliaan. Kemuliaan itu telah aku serahkakn untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku adalah bangsawan. Kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan. Seluruh kekayaan itu pun telah aku serahkan untuk Allah dan Rasul-Nya.”
“Wahai Rasulullah SAW, sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai Rasululah, sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu ini belum selesai, sekiranya engkau hendak menyebrangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyebrangi Sungai namun engkau tidak memperoleh rakit pun atau pun jembatan, maka galilah lubang kuburanku. Ambil tulang belulangku, jadikanlah sebagai jembatan untuk engkau menyebrangi Sungai itu supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu.”
Karena itu, peristiwa wafatnya Siti Khadijah sangat menusuk jiwa Rasulullah. Alangkah sedih dan pedihnya perasaan Rasulullah ketika itu karena dua orang yang dicintainya yaitu istrinya Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib telah wafat.
Istri tercinta Rasulullah SAW, Siti Khadijah Ra, wafat pada hari ke-11 bulan Ramadan, tahun ke-10 kenabian. Tiga tahun sebelum Rasulullah SAW hijra ke Madinah. Khadijah wafat dalam usia 65 tahun, saat usia Rasulullah sekitar 50 tahun.