Benarkah Warna Merah pada Lafaz Walyatalattaf Merupakan Tanda Darah Utsman bin Affan?
BAITULLAH.CO.ID – Beberapa sumber menyebutkan bahwa penulisan lafaz
"وَلْيَتَلَطَّفْ" dengan tinta merah dalam mushaf Al-Qur’an bertujuan mengenang kematian Khalifah Utsman bin Affan. Dikatakan bahwa tinta merah tersebut melambangkan tetesan darah yang jatuh ketika Utsman bin Affan dibunuh saat memegang mushaf Al-Qur’an. Namun, apakah ini benar?
Baca Juga:
Sholawat Malam Jumat, Bacaan Lengkap dan Manfaatnya
Pertama, penting untuk diperjelas apakah semua mushaf menggunakan tinta merah untuk lafaz ini. Kedua, mengapa "وَلْيَتَلَطَّفْ" yang dipilih untuk dibedakan dengan warna merah?
Mushaf Al-Qur’an, sebagai medium fisik, telah mengalami perubahan gaya penulisan seiring waktu. Sementara, Al-Qur’an itu sendiri, sebagai firman Allah (كلام الله), tetap tidak berubah. Variasi dalam penulisan mushaf di berbagai belahan dunia adalah hal yang biasa, termasuk penggunaan warna merah untuk lafaz tertentu.
Penulisan lafaz "وَلْيَتَلَطَّفْ" dengan tinta merah sering dikaitkan dengan mushaf yang dikenal sebagai Mushaf Bombay, yang dicetak di Mumbai, India, dan kemudian diikuti oleh beberapa percetakan di Indonesia. Dalam mushaf ini, selain penulisan lafaz "وَلْيَتَلَطَّفْ" dengan tinta merah, juga diberikan tanda bahwa lafaz tersebut merupakan pertengahan Al-Qur'an (نصف القرآن).
Apakah benar warna merah ini digunakan sebagai tanda untuk mengenang darah Utsman bin Affan? Berdasarkan berbagai catatan sejarah, seperti yang ditulis oleh Muhammad Abu Zahrah dalam Tarikh al-Madzahib al-Islamiyyah, memang disebutkan bahwa Utsman terbunuh saat membaca Al-Qur’an. Mushaf tertua yang disimpan di Tashkent, Uzbekistan, bahkan menunjukkan bekas darah pada Surat Al-Baqarah, bukan pada Surat Al-Kahfi.
Sebuah riwayat dari Imam Ahmad juga menyebut bahwa darah Utsman mengenai mushafnya pada QS. Al-Baqarah ayat 137:
فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya: Maka jika mereka beriman seperti apa yang kamu imani, sungguh, mereka telah mendapat petunjuk. Namun, jika mereka berpaling, maka sesungguhnya mereka berada dalam perpecahan. Maka Allah akan mencukupkan kamu terhadap mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Dari penjelasan ini, jelas bahwa anggapan bahwa tinta merah pada lafaz "وَلْيَتَلَطَّفْ" sebagai tanda tetesan darah Utsman bin Affan tidak sepenuhnya benar.
Walyatalattaf, Pertengahan Al-Qur'an dan Arti Mendalam di Baliknya
Lafaz "وَلْيَتَلَطَّفْ" yang terdapat dalam Surat Al-Kahfi ayat 19 sering dianggap sebagai titik tengah (نصف القرآن) dari Al-Qur'an. Jumhur ulama menyebutkan bahwa huruf "ta" pada lafaz ini adalah pertengahan Al-Qur'an. Namun, ada pendapat lain yang menyebut huruf "nun" pada lafaz "نُكْرًا" (QS. Al-Kahfi: 74) sebagai pertengahannya.
Adapun arti dari "وَلْيَتَلَطَّفْ" adalah "hendaklah bersikap lemah lembut". Kata ini berasal dari akar kata "لطيف", yang memiliki makna sifat kelembutan, yang merupakan salah satu karakter penting yang harus dimiliki umat Muslim.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Hudzaifah, Rasulullah ﷺ mengingatkan pentingnya menjaga kelembutan dalam ucapan. Ketika seseorang tidak bisa menahan kerasnya lidah, Rasulullah menganjurkan untuk beristighfar sebanyak mungkin. Seperti yang disebut dalam hadits:
"Mengapa engkau tidak beristighfar? Karena sesungguhnya aku beristighfar kepada Allah tiap hari seratus kali." (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Kelembutan dalam bersikap juga ditekankan dalam Al-Qur'an, salah satunya pada QS. Ali 'Imran ayat 159:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ
Dalam konteks ini, lafaz "وَلْيَتَلَطَّفْ" tidak hanya berfungsi sebagai penanda pertengahan Al-Qur'an, tetapi juga sebagai pengingat bagi umat Muslim untuk selalu menjaga kelembutan dalam perkataan dan perbuatan, sebuah karakter mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ.