BAITULLAH.CO.ID – Islam memiliki dua jenis landasan utama dalam mengarahkan pemahaman dan amalan, yaitu
dalil naqli dan
dalil aqli. Kedua jenis dalil ini digunakan dalam meraih pemahaman mendalam tentang ajaran agama serta pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam artikel ini, kita akan mengupas pengertian, perbedaan, serta contoh dari dalil naqli dan dalil aqli, mengacu pada beberapa literatur terpercaya.
Baca Juga:
Siapa Bilang Sunnah Itu Nggak Penting? Ini Keutamaan Shalat Rawatib Buat Kamu!
1. Dalil Naqli (Sumber Langsung dari Wahyu)
Dalil naqli berasal dari kata "naql" yang berarti "dipindahkan" atau "ditransfer." Jenis dalil ini merujuk pada wahyu langsung, yakni Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW, yang menjadi petunjuk hakiki bagi umat Islam. Sebagai wahyu yang bersumber dari Allah, dalil naqli dipandang memiliki kebenaran yang absolut, mutlak, dan tidak memerlukan pembuktian logis manusia karena kebenarannya berasal langsung dari wahyu Ilahi.
Menurut buku Apakah Dalil, Semata Al-Qur’an dan Sunnah? oleh Isnan Ansory, dalil naqli berfungsi sebagai dasar yang tidak bisa digantikan dalam hukum syariat. Contoh nyata dari dalil naqli antara lain adalah QS. Al-Ikhlas ayat 1-4 yang menjelaskan tentang keesaan Allah SWT, yang artinya, “Katakanlah (Muhammad), 'Dialah Allah, Yang Maha Esa...'” Ayat ini menegaskan konsep tauhid yang hanya bisa diungkapkan melalui wahyu .
2. Dalil Aqli (Logika dalam Agama)
Dalil aqli berasal dari kata "aql," yang berarti akal atau pemikiran. Jenis dalil ini merujuk pada logika dan kemampuan berpikir manusia yang digunakan untuk memahami dan mengembangkan hukum Islam dalam konteks yang mungkin tidak dijelaskan secara eksplisit dalam Al-Qur'an dan Hadis. Berbeda dari dalil naqli, dalil aqli cenderung bersifat relatif atau nisbi, dan penggunaannya memerlukan ijtihad para ulama, termasuk melalui ijma (konsensus), qiyas (analogi), dan ijtihad (pemikiran mandiri).
Dalam buku Dasar Hukum Ekonomi Islam karya Itang, dijelaskan bahwa dalil aqli juga penting dalam menghadapi situasi kontemporer yang membutuhkan solusi, namun tidak ada dalil naqli yang mengaturnya secara langsung. Misalnya, dalam menentukan pemimpin umat (khalifah) setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabat menggunakan musyawarah atau ijma sebagai dasar untuk memilih pengganti beliau, yang didasarkan pada dalil aqli .
Kombinasi Dalil Naqli dan Aqli dalam Kehidupan Islam
Kombinasi dalil naqli dan dalil aqli sering diterapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan pemahaman yang lebih menyeluruh dalam beribadah maupun dalam mengembangkan hukum Islam. Meskipun dalil naqli adalah sumber utama yang bersifat mutlak, dalil aqli berperan dalam memberikan pemahaman rasional dan adaptasi hukum Islam dalam konteks yang lebih luas, sehingga keduanya saling melengkapi.
Contoh Dalil Naqli dalam Berbagai Aspek
- Qada dan Qadar: QS Ar-Rad ayat 11 yang berbunyi, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
- Perintah Berpuasa: QS Al-Baqarah ayat 183, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa... agar kamu bertakwa.”
- Asmaul Husna: QS Al-Araf ayat 180 yang mengajak umat untuk mengenal nama-nama indah Allah SWT sebagai bentuk pemuliaan .
Contoh Dalil Aqli dalam Kehidupan
Dalil aqli digunakan dalam bidang yang memerlukan analisis tambahan seperti perkembangan teknologi dalam sistem keuangan Islam atau penentuan zakat pada jenis kekayaan baru yang belum ada di masa Nabi Muhammad SAW. Melalui metode ijtihad, qiyas, dan ijma, dalil aqli membantu menetapkan solusi yang sesuai syariat.
Baca Juga:
Gampang Mageran? Baca Doa Ini Yuk, Agar Dijauhkan Dari Rasa Malas
Dalil naqli dan aqli merupakan landasan kokoh dalam Islam yang menjamin kebenaran mutlak dari wahyu dan penerapan akal yang bijaksana dalam memahami hukum-hukum Allah.