
BAITULLAH.CO.ID – Al-Qur'an yang kita baca saat ini telah
melalui perjalanan panjang dalam proses pembukuannya. Saat pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW, wahyu tidak datang dalam bentuk mushaf seperti yang kita kenal sekarang. Ayat-ayatnya diturunkan secara berangsur-angsur, tanpa urutan tetap, dan hanya dihafal oleh para sahabat. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul kebutuhan untuk membukukan Al-Qur'an agar tidak hilang. Salah satu langkah penting dalam pembukuan ini adalah pembagian ayat dan surah ke dalam beberapa bagian, termasuk sistem juz yang kita kenal sekarang. Bagaimana sejarah dan alasan di balik pembagian ini? Berikut penjelasannya.
Baca Juga: Sikat Gigi Bisa Bikin Puasa Batal? Jangan Sampai Salah Paham!
Tidak Adanya Sistem Pembagian di Masa Rasulullah SAW
Pada masa Rasulullah SAW, tidak ada pembagian resmi dalam mushaf Al-Qur'an. Ayat-ayatnya dihafal oleh para sahabat dan ditulis di berbagai media seperti kulit hewan, tulang, dan pelepah kurma. Tidak ada pembagian juz atau hizb seperti saat ini, karena Rasulullah SAW maupun malaikat Jibril tidak memberikan arahan spesifik mengenai hal tersebut. Namun, setelah Rasulullah SAW wafat, muncul kekhawatiran akan hilangnya wahyu. Banyak penghafal Al-Qur'an yang gugur dalam pertempuran, sehingga ada kemungkinan ayat-ayat yang mereka hafal juga akan hilang.
Hal ini menjadi perhatian utama para sahabat dan khalifah saat itu. Ketika Islam berkembang pesat, jumlah umat Muslim semakin bertambah, dan tidak semua orang bisa menghafal Al-Qur'an seperti para sahabat. Selain itu, banyaknya perbedaan dalam cara membaca dan menghafal ayat-ayat Al-Qur'an menimbulkan potensi perbedaan pemahaman. Oleh karena itu, upaya pembukuan dan pembagian Al-Qur'an menjadi sesuatu yang sangat diperlukan agar umat Islam bisa membaca dan menghafal dengan lebih terstruktur.
Sejarah Pembukuan dan Pembagian Al-Qur'an
Pembukuan Al-Qur'an pertama kali dilakukan pada masa Khalifah Abu Bakar RA atas saran Umar bin Khattab RA. Proyek ini dipimpin oleh Zaid bin Tsabit RA, yang mengumpulkan ayat-ayat dari para penghafal dan tulisan-tulisan yang ada. Kemudian, pada masa Khalifah Utsman bin Affan RA, disusunlah mushaf standar agar tidak terjadi perbedaan dalam pembacaan. Seiring waktu, muncul pembagian Al-Qur'an menjadi beberapa bagian untuk mempermudah pembacaan dan penghafalan. Sistem pembagian ini berkembang melalui berbagai fase, dimulai dari pembagian yang dilakukan oleh para sahabat hingga akhirnya dikenal sistem 30 juz seperti sekarang.
Pembagian Al-Qur'an oleh Para Sahabat
Sebelum ada sistem 30 juz, para sahabat memiliki metode pembagian mereka sendiri. Mereka membagi Al-Qur'an menjadi tujuh bagian agar bisa dikhatamkan dalam satu pekan. Pembagian ini dikenal sebagai Sab’atu Ahsab, yaitu:
1. Hari pertama: Surah Al-Baqarah hingga An-Nisa
2. Hari kedua: Surah Al-Ma’idah hingga At-Taubah
3. Hari ketiga: Surah Yunus hingga An-Nahl
4. Hari keempat: Surah Al-Isra hingga Al-Furqan
5