Mengapa 10 Muharram Disebut Sebagai Lebaran Anak Yatim?
09 Juli 2024
BAITULLAH.CO.ID – 10 Muharram, yang sering disebut sebagai "lebaran anak yatim", memiliki nilai spiritual dan keutamaan yang besar dalam tradisi Islam. Amalan ini dianjurkan oleh Rasulullah SAW sebagai bentuk kepedulian kepada anak-anak yatim, yang dalam ajaran Islam dipandang sebagai golongan yang paling berhak mendapat perlindungan dan kasih sayang dari masyarakat.

Baca Juga: Pergantian Kiswah Ka'bah untuk Menyambut Tahun Baru Islam

Bulan Muharram sendiri memiliki keistimewaan tersendiri, sebagaimana yang disampaikan dalam hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa bulan-bulan yang dimuliakan Allah termasuk Dzulqaidah, Dzulhijjah, dan Muharram.

Amalan menyantuni anak yatim pada 10 Muharram juga didukung oleh dalil-dalil yang kuat dalam sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Apakah kamu ingin hatimu lembut dan hajatmu terkabul? Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, berilah ia makanan dari makananmu, maka hatimu akan lembut dan hajatmu akan terkabul." (HR Thabrani)

Selain bersedekah, mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura juga memiliki keutamaan tersendiri. Hadits lain menyebutkan, "Dan barangsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya." (kitab Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiya-Iwal Mursalin karya Abullaits Assamarqandi)

Dalam perspektif Islam, menyantuni anak yatim bukan hanya sebagai amal kebajikan biasa, tetapi juga sebagai bagian dari ajaran untuk menumbuhkan kasih sayang dan empati dalam masyarakat. Rasulullah SAW sendiri mengajarkan perlakuan yang baik terhadap anak yatim, sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits dari Saib bin Abdullah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Bersikaplah kepada anak yatim seperti seorang bapak yang penyayang." (HR Bukhari)

Amalan baik ini juga dianggap sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Rasulullah SAW. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, "Bahwa aku dan orang-orang yang memelihara anak yatim dengan baik akan berada di surga, bagaikan dekatnya jari telunjuk dengan jari tengah." (HR Bukhari)

Selain itu, menyantuni anak yatim juga tercantum dalam firman Allah SWT dalam surah Al-Insan ayat 8, yang menegaskan pahala bagi orang-orang yang memberikan makanan kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.

Tak hanya mendatangkan pahala, tetapi amalan ini juga merupakan bentuk taat kepada Allah SWT yang akan mengantarkan pelakunya pada keselamatan dari siksa neraka di hari kiamat. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Demi yang mengutusku dengan hak, Allah tidak akan menyiksa pada hari kiamat nanti orang yang menyayangi anak yatim, lemah lembut pembicaraan dengannya, menyayangi keyatiman dan kelemahannya." (HR Thabrani)

Baca Juga: Mengenali Ciri-Ciri Orang Munafik, Menurut dari Hadis dan Al-Quran

Dengan demikian, 10 Muharram bukan hanya menjadi momentum untuk bersyukur dan merayakan, tetapi juga untuk meningkatkan kepedulian sosial dan kecintaan kepada sesama, khususnya kepada mereka yang membutuhkan seperti anak yatim. Dengan melakukan amalan baik ini, umat Muslim diharapkan dapat memperoleh berkah dan rahmat dari Allah SWT serta mendekatkan diri kepada ajaran mulia Islam yang mengajarkan kasih sayang, keadilan, dan kebaikan.
Sumber
Detik.com